Selasa, 26 Juli 2011

Cerpen


Kamu tau bagaimana rasanya jatuh cinta? Ya rasanya bercampur aduk. Senang, kangen, memikirkan “ doi ” terus, rasanya ingin selalu bertemu setiap saat mungkin lebay tapi itulah yang aku rasakan ketika pertama kali aku bertemu Fariz.

Pertama kali aku bertemu Fariz pada saat 17 Agustus, saat itu aku belum mengenalnya, hanya sekedar mengenal nama dan fisiknya karena kami sama sama satu ekskul Paksibraka. Kami mulai dekat pada saat acara buka bersama Paskibraka. Saat itu, aku diantar pulang oleh Fariz karena rumah kami satu arah. Di perjalanan, aku mengobrol banyak dengannya layaknya teman yang sudah kenal lama. Ternyata teman satu lesku adalah teman SMP-nya.

“ Lu kenal sama Andi ga? ” Tanya Fariz memulai pembicaraan.

“ Iya,kenal kenapa? Dia temen les gue. ”

“ Wah gila Bogor ternyata sempit ya, Andi itu temen SMP gue. ”

“ Yang bener? ”

Aku tertawa-tawa karena tak menyangka ternyata temanku adalah teman Fariz juga. Bogor memang sempit. Tak terasa kami sudah sampai dirumahku, dia pun pulang kerumahnya setelah aku berterima kasih dan kami berjanji untuk melanjutkan obrolan obrolan seru kami tadi.

Hari-hari aku lewati dengan lebih mengenal sesosok Fariz. Dengan kedekatan ini, ia pun mulai mengirimkan sms-sms yang membuatku senang dan selalu tertawa apabila membacanya bukan karena sms yang lucu tetapi karena kebahagiaanku yang tidak bisa terungkapkan oleh kata-kata.

Pada saat acara pesantren kilat yang diadakan di sekolah, ia mengikuti lomba adzan yang diikuti oleh 3 angkatan. Teman-temanku tak henti-hentinya menggodaku pada saat ia tampil kedepan yang membuatku malu dan wajahku memerah seperti kepiting rebus. Acara pesantren kilat itupun diakhiri dengan buka bersama di sekolah. Entah mengapa orang-orang menganggap kami sudah seperti pacaran yang hanya ku balas dengan senyuman malu. Saat acara selesai hujan pun turun, aku dan Fariz belum juga kunjung pulang karena menunggu hujan reda sembari menunggu aku yang dijemput orangtuaku. Tetapi karena waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam dan orangtuaku tak kunjung menjemputku akhirnya Fariz pun mengantarku pulang untuk yang kedua kalinya. Tak lupa aku berterima kasih sebelum akhirnya dia pulang ke rumah.

Berbulan-bulan kami dekat, dan tak lupa kami pun masih sering mengirimkan sms. Dan pada akhirnya, setelah aku dan Fariz pergi menonton di mall dia menyatakan perasaannya padaku. Tentu saja langsung aku jawab dengan wajah ceria, bahagia, tak lupa dengan senyuman yang membuat hati dia terenyuh. Jawaban yang simpel tapi membuat hati dia bahagia,” Iya, gue mau jadi cewe lu. ”

Aku resmi menjadi pacarnya pada tanggal 31 Oktober 2010. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan aku lewati dengannya dengan rasa senang yang tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata.

4 bulan sudah kami lewati tapi pada hari itu tiba-tiba aku merasakan seperti ada rasa-rasa tak enak pada diriku. Pulang sekolah seperti biasa aku menghampiri Fariz yang berada di aula bawah yang sedang mengenakan sepatu. Tapi tak seperti biasanya pada hari itu Fariz terlihat lesu dan tidak bersemangat. Dan tak seperti biasa juga, ia ingin mengobrol sebentar denganku di aula bawah padahal biasanya sepulang sekolah ia langsung mengajakku pulang.

“ Kenapa? Tumben banget. ” Tanyaku heran karena tak biasanya Fariz seperti ini.

“ Ga, ga apa-apa. ” Jawab Fariz singkat.

Aku merasa ada yang dia sembunyikan dariku tapi aku tak tau itu apa. Aku terus bertanya kepada dia tapi tetap saja ia hanya menjawab “ tidak apa-apa. ” Semakin besar rasa penasaranku, tetapi aku tak dapat memaksanya karena dia hanya menjawab seperti itu terus.
Akhirnya dia pun mulai berkata terus terang yang membuatku langsung terpuruk dan lemas. Ia memutuskan hubungan kami. Aku tak tau harus berbicara apa. Aku hanya dapat duduk terdiam lemas dan diam membisu. 

Rasanya seperti jatuh dari jurang yang amat sangat dalam. Hatiku sangat hancur. Air mataku pun jatuh setetes demi setetes dan akhirnya tumpah bersamaan dengan sedihnya perasaanku saat ini. Dia meminta maaf berkali-kali yang hanya aku jawab dengan anggukan. Aku tak dapat mendengar apapun selain perkataan maaf darinya. Aku tak dapat melihat apapun selain dirinya dengan wajah lemasnya yang sedang meminta maaf di depanku. Aku tak dapat berpikir jernih. Pikiranku hanya dipenuhi dengan kenangan-kenangan dengannya selama ini.

Akhirnya setelah aku dapat mengontrol emosiku dan menahan air mataku agar tak tumpah akupun berkata,”Aku ingin pulang.” Dengan nafas yang masih tak dapat ku kontrol, suara yang serak sambil sesenggukan. Fariz pun memaksa agar dia dapat mengantarku pulang. Akhirnya aku pun menerima tawaran itu. Saat perjalanan pulang pun kami hanya terdiam, mendengarkan suara motor yang membawa kami ke rumahku dan ramainya jalan karena bertepatan dengan pulangnya orang-orang kerja dan siswa-siswi sekolah yang telah pulang.

Sampai depan rumahku, kami pun tetap terdiam. Aku hanya dapat berkata “ makasih ya. ” Dan tak terasa air mataku pun tumpah lagi. Dia pun meninggalkan ku setelah mengucapkan kata maaf berkali-kali. Aku pun masuk ke dalam rumah dan menangis sekeras-kerasnya di dalam kamar. Ternyata inilah perasaan tak enakku yang hari ini membuatku tak nyaman dan bertanya-tanya.

Hari-hari ku lewati dengan rasa hambar dan sepi. Tak seperti biasanya, yang biasanya di sekolah ia selalu menyapaku, pulang bareng tetapi kali ini tidak. Tetapi karena dukungan teman-temanku akupun bisa mulai bangkit dari keterpurukanku ini. Aku pun sudah mulai dapat sedikit melupakan Fariz dan memulai sekolah dengan semangat dan ceria. Aku juga sudah mulai bisa tertawa-tawa lagi bersama teman-temanku seperti yang aku lakukan dulu.

2 minggu sudah dia memutuskan hubungannya denganku. Dan selama 2 minggu ini aku pun sudah mulai berakitivitas seperti biasa lagi. Aku pun sudah mulai terbiasa dengan ini semua. Pada malam hari, tiba-tiba Fariz mengirimkan sms kepadaku yang mengatakan bahwa ia ingin bertemu denganku besok. Aku pun langsung menjawabnya dengan rasa senang, sedih, deg-degan, dan penasaran.

Keesokan harinya, kami pun berjanjian ditempat biasa. Ia datang lebih dulu dariku. Begitu sampai di tempat, aku hanya terdiam tanpa dapat berkata apa-apa. Aku tak tahu harus memulai pembicaraan seperti apa. Tetapi tiba-tiba Fariz memulai pembicaraan yang membuatku kaget. Bagaimana tidak, ia mengajakku balikan! 

Aku ragu untuk menjawab “ ya ” tapi aku juga tidak mau menyesal dengan menjawab “ tidak. ” Kesempatan hanya datang sekali dan aku tidak ingin menyesal. Akhirnya, akupun menjawab “ ya ” dengan wajah malu-malu. Sekilas aku melirik-lirik ke arah Fariz ia sangat tampak bahagia sekali dan aku pun sangat bahagia sekali.

Dan akhirnya kami pun memulai hubungan seperti dulu lagi. Seperti tak ada masa lalu yang kelam, kami pun tak memikirkan lagi pada saat masa-masa dimana kami seperti 2 orang yang tak saling kenal. Kami telah membuka lembaran baru dalam hidup kami.

Beberapa hari lagi aku berulang tahun yang ke-16. Aku sangat ingin boneka teddy bear yang sangat besar tapi itu hanya sebatas mimpi. Tak mungkin ada orang yang bakal memberikanku boneka teddy bear yang begitu besar, pasti orang-orang pun malas untuk menenteng-nenteng boneka besar, seperti anak kecil saja.

Sehari sebelum ulang tahunku, aku tak berkomunikasi dengan Fariz sama sekali. Sms-sms ku pun tak dibalasnya. Mungkin dia lupa, pikirku dalam hati. Terbersit sedikit rasa kecewa dalam hatiku, tapi aku merasa biasa saja dengan itu semua. Pukul 12 malam tiba tiba Fariz datang ke rumahku dengan Syenit dan Elfhad. 

Bahagia, senang, dan aku sangat terharu sekali dengan ini semua. Baru kali ini aku ulang tahun diadakan seperti ini. Dan yang tak kalah bikin aku bahagia, Fariz membawakan ku sebuah kue, sebuah kotak kecil dan sebuah kantong plastik yang sangat besar.

“ Ini isinya apa aja?” tanyaku heran.

“ Buka saja.” Jawab Fariz singkat dan padat.

Tak sabar aku membuka kado-kado itu. Pertama aku membuka kotak kecil yang ditaruh di dalam kantong bergambar teddy bear yang ternyata berisi kalung. Lalu aku membuka kantong plastik besar yang dibungkus dengan kertas kado bercorak  hati berwarna pink. Lucu sekali, pikirku. Tumben ada cowo yang memberikan pacarnya kado yang dibungkus dengan kertas kado bercorak hati warna pink lagi. Cowo kan paling geli dengan hal yang berbau pink. Dan sewaktu aku membuka kado itu, aku langsung menangis. Bukan menangis sedih tetapi menangis bahagia. Itu boneka teddy bear yang aku inginkan dari dulu. Dan Fariz memberikan itu kepadaku. Lengkap sudah kebahagianku hari itu. Sehari penuh aku habiskan untuk bermain dengan Fariz.

Tak terasa sudah mau 8 bulan perjalanan cinta yang telah kami buat. Liburan sekolah pun kami isi dengan acara study tour yang diadakan sekolah ke Bali. Selama di Bali, kami membuat banyak kenang-kenangan sebelum aku pindah sekolah ke Jepang karena mengikuti ayahku yang tugas disana. Tak hanya dengan Fariz, aku pun membuat begitu banyak kenang-kenangan dengan teman-temanku.

Tinggal menghitung hari, sebelum aku meninggalkan teman-temanku dan juga Fariz. Rasa sedih terus menghampiriku. Tetapi aku tak mau berlarut dalam kesedihan, aku pun membuat banyak kenangan dengan mereka sebelum aku pergi. Kami pergi ke tempat yang jauh untuk bersenang-senang dan mengambil begitu banyak foto. Pesta pun ku gelar di rumah dengan mengundang teman-temanku dan Fariz sehari sebelum aku pergi.

Tepat pada hari keberangkatanku, Fariz dan teman-temanku mengantarkan ku ke bandara. Kami mengobrol sepuasnya di perjalanan dan mengambil begitu banyak foto. Dimanapun dan kapanpun kami selalu mengambil foto. Sesampainya di bandara, suasana sedih sudah aku rasakan. Aku tak ingin meninggalkan mereka tetapi aku tak dapat berbuat apa-apa. Kalau saja ada Doraemon aku pasti akan meminta untuk tinggal di Indonesia saja. Sempat-sempatnya di bandara kami masih saja mengambil foto untuk kenang-kenangan terakhir.

Suara mikrofon yang mengatakan bahwa pesawat Garuda keberangkatan ke Jepang sebentar lagi akan segera berangkat, membuatku sangat merasa sedih sekali. Air mataku pun tumpah seketika. Tiba-tiba Fariz memelukku sebelum aku berangkat. Diikuti teman-temanku yang memelukku bergantian. Dan untuk terakhir kalinya Fariz memelukku dengan wajah yang berkaca-kaca menahan nangis dan berkata,” Aku akan menunggumu sampai kamu pulang. Aku janji.” Dari semua kata yang pernah ia ucapkan kepadaku itu merupakan kata-kata yang paling indah menurutku yang telah ia ucapkan. Dan aku pun berharap hubungan kami dapat terus berlanjut hingga akhir hayat memisahkan kami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar